Minggu, 27 April 2014

Langkah Pembelajaran Discovery Learning Kurikulum 2013

Written By rita mutia on Monday, 4 November 2013 | 14:22

Definisi/Konsep
Ilustrasi Gambar sumber google.com
  • Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. 
  • Sebagai strategi belajar, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru
  • Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.  Kondisi seperti ini ingin mengubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. 
  • Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. 

Keuntungan Model Pembelajaran Penemuan
  1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
  2. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
  3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
  4. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
  5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
  6. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
  7. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
  8. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada  kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
  9. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
  10. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar  yang baru;
  11. Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
  12. Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
  13. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
  14. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia  seutuhnya;
  15. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
  16. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar;
  17. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Kelemahan Model Pembelajaran Penemuan
  1. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. 
  2. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
  3. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
  4. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
  5. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan  yang dikemukakan oleh para siswa
  6. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. 
Langkah-Langkah Operasional
  1.  Langkah Persiapan   

a. Menentukan tujuan pembelajaran
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya  belajar, dan sebagainya)
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi) e.      Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh- contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke  kompleks, dari yang  konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa 
Download selengkapnya versi power point, klik di sini pasword: www.belajar-sastraaceh.blogspot.com

Selasa, 21 Januari 2014



Jenis-jenis Program Keagamaan

Aktivitas keagamaan dapat dilaksanakan dan diwujudkan dalam setiap sisi kehidupan manusia, baik secara individu maupaun kelompok masyarakat. Aktifitas keagamaan manusia tidak hanya terjadi pada saat manusia menjalankan rutinitas ritual yang bersifat vertikal atau bisa  disebut dengan istilah ibadah mahdhah akan tetapi mencakup totalitas aktivitas manusia yang bersifat sosial. Selama aktifitas sosial (muamalah) tersebut dilandasi dan di dorong oleh spirit supranatural. Aktivitas manusia yang berkaitan dengan kehidupan sosial yang dilandasi nilai-nilai keberagamaan ini merupakan bentuk dari aplikasi penghambambaan manusia kepada Allah swt. Dalam bahasa agama termasuk ke dalam ibadah ghairu mahdhah. Karena itu keberagamaan seseorang akan meliputi bermacam-macam dimensi (Muhaimin, 2001 hlm.293).
Clock dan Stark (1996) dalam Ancok (1995:76) memberikan penjelasan bahwa agama adalah pelembagaan sistem nilai, symbol, keyakinan, dan sistem prilaku yang dimaknai sebagai sesuatu yang dihayati dan paling maknawi. Masih menurut Clock dan Stark dalam Muhaimin (2001) menjelaskan bahwa ada lima macam dimensi keagamaan yaitu: (1) dimensi keyakinan, (2) dimensi praktik agama, (3) dimensi pengalaman, (4) dimensi pengetahuan agama, (5) dimensi pengamalan.
Dari dimensi-dimensi diatas melahirkan praktik-praktik atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan secara terus menerus yang akhirnya menjadi tradisi. Muhaimin (2001, hlm.294) menyatakan bahwa tradisi memiliki dua fungsi, yaitu : (1) wadah ekspresi keagamaan; Mukti Ali (1987) dalam Muhamin (2001) menjelaskan bahwa agama mempengaruhi jalannya masyarakat dan pertumbuhan masyarakat mempengaruhi pemikiran terhadap agama. Dengan ungkapan yang senada, Soedjatmoko menyatakan ‘keberagamaan manusia, pada  saat bersamaan selalu disertai identitas budayanya masing-masing’. (2) alat pengikat kelompok; QS. Al-Rum : 32 yang artinya: “Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada diri (masing-masing)”. Ayat ini mengisyaratkan bahwa secara kodrati manusia mempunyai kecenderungan untuk berbangga-bangga dengan apa yang menjadi tradisi dan kebiasaan yang ada pada kelompoknya.  Tradisi atau kebiasaan yang sama-sama dipegangi dan dibanggakan oleh masing-masing anggota kelompok ini menjadi pengikat. Pengikat ini akan semakin erat dan semakin kuat pada saat semua anggota kelompok semakin semangat dalam menjalankan tradisi dan kebiasaan tersebut (Muhaimin, 2001 hlm.296).
Untuk menciptakan suasana religius dilingkungan sekolah dimulai dengan mengadakan berbagai kegiatan keagamaan yang pelaksanaan kegiatan tersebut di lingkungan sekolah. Pelaksanaan kegiatan tersebut bisa diawali dari arahan dan putusan pimpinan, yang kemudian ketika sudah berjalan, akan berlanjut para anggota masyarakat sekolah akan menginginkan suasana religius tersebut yang akhirnya akan meminta kepada pimpinan untuk diadakan dan dilaksanakan.
Jenis-jenis program keagamaan untuk menciptakan suasana religius di sekolah, bisa memenuhi lima dimensi sebagaimana pendapat Clock dan Stark yang di kuti oleh Ancok (1995) diatas dapat di rumusan dalam tiga kategori sebagaimana diungkapkan Endang Syaifudin (1980) yaitu : aqidah, syari’ah dan akhlak.
1.      Kategori Aqidah
Kategori aqidah adalah kategori kegiatan yang mengarahkan kepada peningkatan keyakinan siswa terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Hal-hal yang fundamental dan dogmatik ini adalah hal-hal yang berkenaan dengan keimanan kepada Allah, para malaikat, Nabi/Rasul, kitab-kitab Allah, Surga dan Neraka, serta Qadha dan Qadar.
Bentuknya bisa pemberian materi keagamaan tambahan di luar jam belajar dan materi yang tercantum dalam kurikulum. Akan tetapi lebih pada pengayaan dan pengembangan wawasan bagi siswa.
2.      Kategori Syariah.
Kategori syariah adalah kategori praktek keagamaan. Praktek keagamaan ini menunjukkan tingkat kepatuhan seorang muslim dalam mentaati dan melaksanakan ritual  yang perintahkan dan dianjurkan oleh agamanya. Praktek yang menyangkut pelaksanaan keagamaan dalam Islam meliputi pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca al-Qur’an, do’a, dzikir, ibadah qurban, iktikaf di masjid pada bulan puasa, dan sebagainya.
3.      Kategori Akhlak. 
    Kategori akhlak adalah kategori prilaku. Seberapa besar seorang muslim melandasi prilaku dalam kehidupan kesehariannya  dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam agama. Prilaku yang merupakan cerminan nilai-nilai keber-Islam-an seseorang sangat banyak sekali. Prilaku atau akhlak tersebut meliputi seluruh aktifitas manusia yang berkaitan dengan hubungan sosial dengan orang lain, diantaranya: prilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, mensejahterakan dan menumbuh kembangkan orang lain, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak mengkonsumsi miras dan narkoba, mematuhi norma-norma Islam dalam berhubungan terhadap lawan jenis, dan lain-lain (Muhaimin, 2001 hlm. 2001).

Minggu, 19 Januari 2014



 Pengertian Pembelajaran

Istilah pembelajaran sudah tidak asing lagi bagi para pendidik, namun secara definisional sering kali banyak yang kurang mengetahuinya. pengertian dibawah ini mungkin membantu pembaca untuk memahami apa maksud pembelajaran yang sesungguhnya. menurut para ahli pengertian pembelajaran adalah sebagai berikut:

  1. Warsita (2008:85) “Pembelajaran adalah suatu usaha untuk membuat peserta didik belajar atau suatu kegiatan untuk membelajarkan peserta didik”.
  2. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.
  3. Sudjana (2004:28) “Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan membelajarkan”.
  4. Corey (1986:195) “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan”.
  5. Dimyati dan Mudjiono (1999:297) “Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”.
  6. Trianto (2010:17) “Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan”. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarhkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan.
Sumber:
Rusman. (2012). Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer Mengembangkan Profesionalisme Guru Abad 21. Bandung: Alfabeta
Sagala, Syaiful. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana